Dalam sejarahnya, koperasi sebenarnya bukanlah organisasi usaha yang
khas berasal dari Indonesia. Kegiatan berkoperasi dan organisasi
koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris di sekitar abad
pertengahan (atau ada yang bilang dimasa revolusi industri di-Inggris)
yang diprakarsai oleh seorang industrialis yang sosialis bernama Robert
Own. Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk menolong kaum
buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan
menggalang kekuatan mereka sendiri. Berdirinya koperasi buruh tersebut
berfungsi membeli barang kebutuhan pokok secara bersama-sama dan memang
ternyata bahwa harga di toko koperasi lebih murah jika dibandingkan
dengan toko-toko yang bukan koperasi.Ide koperasi ini kemudian menjalar
ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, baru koperasi
diperkenalkan pada awal abad 20. Sejak munculnya ide tersebut hingga
saat ini, banyak koperasi di negara-negara maju seperti di Uni Eropa
(UE) dan AS sudah menjadi perusahaan-perusahaan besar termasuk di sektor
pertanian, industri manufaktur, dan perbankan yang mampu bersaing
dengan korporat-korporat kapitalis.
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju dan
negara sedang berkembang memang sangat diametral. Di negara maju
koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh
karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan
dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan
penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan
internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh
kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi
dirinya. Sedangkan, di negara sedang berkembang koperasi dihadirkan
dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam
menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan
pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai
diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu
gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres
Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena
koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman
penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan
kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar (UUD)
1945. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran
bagaimana harus mengembangkan koperasi.
Lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah
diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal
sebagai golongan ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari
kelompok masyarakat kelas menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang
merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis
lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus diharapkan menjadi
penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi oleh banyak
kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan
bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri,
kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi
moral lainnya. Sangat banyak orang mengetahui tentang koperasi meski
belum tentu sama pemahamannya, apalagi juga hanya sebagian kecil dari
populasi bangsa ini yang mampu berkoperasi secara benar dan konsisten.
Sejak kemerdekaan diraih, organisasi koperasi selalu memperoleh tempat
sendiri dalam struktur perekonomian dan mendapatkan perhatian dari
pemerintah.
Keberadaan koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat ditilik dari sisi
usianyapun yang sudah lebih dari 68 tahun berarti sudah relatif matang.
Sampai dengan Juli 2015, misalnya, berdasarkan data Kementerian Koperasi
dan Usaha Kecil Menengah (KUKM), jumlah koperasi di seluruh Indonesia
tercatat sebanyak 206.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada
sebanyak 35.000.000 orang. Namun setelah dilakukan pendataan ulang,
koperasi yang dianggap masih aktif tinggal 80.000-an unit. Uniknya,
perkembangan koperasi selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak
jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. Juga,
secara makro pertanyaan yang paling mendasar berkaitan dengan kontribusi
koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), pengentasan kemiskinan,
dan penciptaan lapangan kerja. Sedangkan secara mikro pertanyaan yang
mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan anggotanya. Dari segi kualitas, keberadaan
koperasi masih perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan
mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha dan lingkungan kehidupan dan
kesejahteraan para anggotanya. Pangsa koperasi dalam berbagai kegiatan
ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap
bantuan dan perkuatan dari pihak luar, terutama Pemerintah, masih sangat
besar.
Jadi, dalam kata lain, di Indonesia, setelah lebih dari 68 tahun
keberadaannya, lembaga yang namanya koperasi yang diharapkan menjadi
pilar – soko guru perekonomian nasional dan juga lembaga gerakan ekonomi
rakyat ternyata tidak berkembang baik seperti di negara-negara maju.
Oleh karena itu tidak heran kenapa peran koperasi di dalam perekonomian
Indonesia masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi bahan perdebatan
karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan
generiknya. Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka pertanyaannya,
kenapa koperasi-koperasi di negara maju, yang sering dikatakan sebagai
ekonomi-ekonomi yang kapitalis yang tidak cocok bagi pengembangan
koperasi, bisa maju, sedangkan di Indonesia dimana keberadaan koperasi
dikaitkan dengan idologi Pancasila malahan tidak berkembang baik?
Awalnya, misi utama berkoperasi adalah untuk menolong kaum buruh dan
petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan menggalang
kekuatan mereka sendiri. Kemudian di Perancis yang didorong oleh gerakan
kaum buruh yang tertindas oleh kekuatan kapitalis sepanjang abad ke 19
dengan tujuan utamanya membangun suatu ekonomi alternatif dari
asosiasi-asosiasi koperasi menggantikan perusahaan-perusahaan milik
kapitalis (Moene dan Wallerstein, 1993). Ide koperasi ini kemudian
menjalar ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, baru
koperasi diperkenalkan pada awal abad 20. Sejak munculnya ide tersebut
hingga saat ini, banyak koperasi di negara-negara maju seperti di Uni
Eropa (UE) dan AS sudah menjadi perusahaan-perusahaan besar termasuk di
sektor pertanian, industri manufaktur, dan perbankan yang mampu bersaing
dengan korporat-korporat kapitalis.
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju dan
negara sedang berkembang memang sangat diametral. Di negara maju
koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh
karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan
dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan
penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan
internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh
kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi
dirinya.
Sedangkan, di negara sedang berkembang koperasi dihadirkan dalam
kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam
menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh
karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan
gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan
masyarakat ditonjolkan di negara sedang berkembang, baik oleh pemerintah
kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan. Dalam
kasus Indonesia, hal ini ditegaskan di dalam Undang-undang (UU) Dasar
1945 Pasal 33 mengenai sistem perekonomian nasional. Berbagai peraturan
perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dan juga dibentuk
departemen atau kementerian khusus yakni Menteri Negara Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah dengan maksud mendukung perkembangan koperasi
di dalam negeri.
Menurut data International Co-operative Alliance (ICA, 2013), di
dunia ada sekitar 1 miliar orang yang menjadi anggota koperasi.
Diperkirakan koperasi-koperasi di dunia secara total mengerjakan lebih
dari 125 juta orang, dan memberi jaminan kehidupan bagi sekitar 3,5
miliar orang. Sekitar 20% lebih dari jumlah koperasi yang ada diciptakan
oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Sebanyak 300 koperasi
terbesar di dunia (Global 300) berdasarkan nilai omset memiliki nilai
aset sekitar 30-40 triliun dollar AS dan omset tahunan 963 miliar dollar
AS. Dengan nilai ini, 300 koperasi tersebut sebagai satu kelompok
menjadi ekonomi terkuat No 10 di dunia, setelah Kanada, Spanyol, Italia,
dan China, masing-masing pada posisi ke 9, 8,7,dan 6. Pada posisi
teratas adalah AS, disusul oleh Jepang, Jerman, Perancis dan Inggris.
Menurut sektor, sebagian besar dari 300 koperasi terbesar itu adalah
koperasi-koperasi industri makanan dan pertanian, yakni sekitar 32,6%,
disusul oleh ritel (24,7%), dan keuangan/asuransi (21.8%).Yang sangat
menarik dari laporan ini adalah bahwa sebagian besar dari 300 koperasi
terbesar itu berasal dari negara maju, terutama Amerika Utara, UE dan
Jepang.
Di Eropa koperasi tumbuh terutama melalui koperasi kredit dan
koperasi konsumen yang kuat hingga disegani oleh berbagai kekuatan. Di
perdagangan ritel, koperasi-koperasi konsumsi merupakan pionir dari
penciptaan rantai perdagangan ritel modern (Furlough dan Strikwerda,
1999). Di sektor perbankan di negara-negara seperti Perancis, Austria,
Finlandia dan Siprus, pangsa pasar dari bank-bank koperasi mencapai
sekitar 1/3 dari total bank yang ada. Bahkan 2 (dua) bank terbesar di
Eropa milik koperasi yakni “Credit Agricole” di Perancis dan RABO-Bank
di Netherlands. Kredit sebagai kebutuhan universal bagi umat manusia
terlepas dari kedudukannya sebagai produsen maupun konsumen dan penerima
penghasilan tetap atau bukan adalah anggota potensial dari koperasi
kredit. Suatu studi dari Eurostat (2001) di tujuh negara Eropa
menunjukkan bahwa pangsa dari koperasi-koperasi dalam menciptaan
kesempatan kerja mencapai sekitar 1% di Perancis dan Portugal hingga
3,5% di Swiss.
Di negara-negara Skandinavia, koperasi menjadi soko guru perekonomian
dan mempunyai suatu sejarah yang sangat panjang. Di Norwegia, 1 dari 3
orang (atau 1,5 juta dari jumlah populasi 4,5 juta orang) adalah anggota
koperasi. Koperasi-koperasi susu bertanggung jawab untuk 99% dari
produksi susu; koperasi-koperasi konsumen memegang 25% dari pasar;
koperasi-koperasi perikanan bertanggung jawab untuk 8,7% dari jumlah
ekspor ikan; dan koperasi-koperasi kehutanan bertanggung jawab untuk 76%
dari produksi kayu. Di Finlandia, koperasi S-Group punya 1.468.572
anggota yang mewakili 62% dari jumlah rumah tangga di negara tersebut.
Grup-grup koperasi dari Pellervo bertanggung jawab untuk 74% dari
produk-produk daging, 96% dari produk-produk susu, 50% dari produksi
telor, 34% dari produk-produk kehutanan, dan menangani sekitar 34,2%
dari jumlah deposito di bank-bank di negara tersebut. Pada tahun 1995,
dua koperasinya yang masuk di dalam 20 koperasi pertanian terbesar di
Uni Eropa (UE) adalah Metsaliitto (kayu) dengan penghasilan 3.133 juta
ecu dengan 117.783 anggota, dan Valio (produk-produk susu) dengan
penghasilan 1.397 juta ecu, 47 anggota dan 5.101 pekerja.
Di Denmark, koperasi-koperasi konsumen meguasai pasar 37% dan dua
koperasi pertaniannya, yakni MD Foods (produk-produk susu) dan Danish
Crown (daging) masuk 20 koperasi pertanian terbesar di UE berdasarkan
nilai omset pada tahun 1995. Pada tahun itu, penghasilan MD Foods
mencapai 1,681 miliar ecu dengan 8919 petani sebagai anggota dan
mengerjakan 3678 orang, sedangkan Danish Crown hampir mencapai 1,577
miliar ecu dengan 12560 orang anggota dan 6965 pekerja. Di Sweden,
koperasi-koperasi konsumen memegang 17,5% dari pasar, dan satu koperasi
pertaniannya dari subsektor susu masuk 20 besar di EU, yakni Arla dengan
omset 1,369 miliar ecu, anggota 10365 orang, dan mengerjakan 6020
orang.
Di Jerman, sekitar 20 juta orang (atau 1 dari 4 orang) adalah anggota
koperasi, dan koperasi yang jumlahnya mencapai 8106 unit telah
memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian negara tersebut,
diantaranya menciptakan kesempatan kerja untuk 440 ribu orang. Salah
satu sektor dimana koperasi sangat besar perannya adalah perbankan.
Misalnya, bank koperasi Raifaissen sangat maju dan penting peranannya,
dengan kantor-kantor cabangnya di kota maupun desa. Ada dua koperasi
dari Jerman yang masuk 20 koperasi pertanian terbesar di UE, yakni Baywa
(fungsi multi) dengan penghasilan 3.542 juta ecu dan mengerjakan 10794
orang, dan RHG (fungsi multi) dengan penghasilan 1.790 juta ecu, 260
anggota, dan 2.946 pekerja.
Di Inggris, diperkirakan sekitar 9,8 juta orang adalah anggota
koperasi, dan pertanian merupakan sektor di mana peran koperasi sangat
besar. Sektor lainnya adalah pariwisata. Biro perjalanan swasta terbesar
di negara itu adalah sebuah koperasi. Milk Marque, koperasi
produk-produk susu, masuk 20 koperasi pertanian terbesar di UE, dengan
omset mencapai 2.393.000.000 ecu, dengan jumlah anggota tercatat
sebanyak 18 ribu orang dan memberi kesempatan kerja ke 300 orang.
Sedangkan di Irlandia, koperasi-koperasi pertaniannya yang juga masuk di
dalam kelompok besar tersebut adalah The Irish Dairy Board, Avonmore,
dan Kerry Group yang semuanya di bidang produksi susu dengan omset
antara 1.463,3 juta ecu hingga 1.523,3 juta ecu. Jumlah kesempatan kerja
yang diciptakan oleh ketiga koperasi susu tersebut mencapai 6426 orang.
Di Perancis jumlah koperasi tercatat sebanyak 21 ribu unit yang
memberi pekerjaan kepada 700 ribu orang, sedangkan di Italia terdapat
70400 koperasi yang mengerjakan hampir 1 juta orang. Berdasarkan omset
tahunannya, tiga koperasi di Perancis masuk 20 koperasi pertanian
terbesar di EU, yakni Sodiaal untuk produk-produk susu dengan omset
hampir mencapai 2,6 miliar ecu, Socopa untuk daging dengan 1,99 miliar
ecu, dan UNCAA untuk input-input dan produk-produk daging dengan omset
1.527.900 ribu ecu.
Belanda, walaupun negaranya sangat kecil, tetapi koperasinya sangat
maju. Salah satu adalah Rabo Bank milik koperasi yang adalah bank ketiga
terbesar dan konon bank ke 13 terbesar di dunia. Contoh lain adalah
perdagangan bunga. Mayoritas perdagangan bunga di negara ini digerakkan
oleh koperasi bunga yang dimiliki oleh para petani setempat. Belanda
juga punya banyak koperasi yang berkecimpung di sektor pertanian yang
masuk 20 koperasi pertanian terbesar di UE, yakni Campina Melkunie
(produk-produk susu), Cebeco Handelsrand (input dan produksi pertanian),
Friesland Dairy Foods (produk-produk susu), Coberco (produk-produk
susu), Demeco (daging), dan Greenery/VTN (buah-buahan dan
sayur-sayuran), dengan penghasilan paling kecil 1,346 miliar ecu (VTN)
hingga terbesar 3.1 miliar ecu (Campina), jumlah anggota paling sedikit
50 orang (Cebeco) dan terbanyak 17850 orang (VTN) dan jumlah pekerja
paling sedikit 3000 orang (Dumeco) dan terbanyak 7490 orang (Friesland).
Di negara tetangganya Belgia, tercatat jumlah koperasi mencapai 29.933
unit, dan koperasi farmasinya memiliki pangsa pasar sekitar 19,5%.
Di negara-negara Eropa Timur, koperasi juga sangat maju. Misalnya, di
Hongaria, koperasi-koperasi konsumen bertanggung jawab terhadap 14,4%
dari makanan nasional dan penjualan-penjualan eceran umum. Di Polandia,
koperasi-koperasi susu bertanggung jawab untuk 75% dari produksi susu di
dalam negeri. Di Slovenia, koperasi-koperasi pertanian bertanggung
jawab untuk 72% dari produksi susu, 79% dari sapi, 45% dari gandum, dan
77% dari produksi kentang. Di Slovakia, terdapat lebih dari 700 koperasi
yang mengerjakan hampir 75 ribu orang.
Sementara itu, di AS 1 dari 4 orang (atau sekitar 25% dari jumlah
pendudu) adalah anggota koperasi. Lebih dari 30 koperasi punya
penghasilan tahunan lebih dari 1 miliar dollar AS. Salah satu koperasi
yang sangat besar adalah koperasi kredit (credit union) yang
jumlah anggotanya mencapai sekitar 80 juta orang lebih dengan rata-rata
jumlah simpanannya 3000 dollar. Di Negara Paman Sam ini koperasi kredit
berperan penting terutama di lingkungan industri, misalnya dalam
pemantauan kepemilikan saham karyawan dan menyalurkan gaji karyawan.
Begitu pentingnya peran koperasi kredit ini sehingga para buruh di
Amerika Serikat (seperti juga di Kanada) sering memberikan julukan
koperasi kredit sebagai “bank rakyat”, yang dimiliki oleh anggota dan
memberikan layanan kepada anggotanya pula. Selain di sektor kredit,
koperasi di AS juga kuat di sektor-sektor lainnya termasuk, industri,
pertanian dan enerji. Sekitar 90% lebih distribusi listrik desa di AS
dikuasai oleh koperasi. Koperasi Sunkis di California mensuplai bahan
dasar untuk pabrik Coca Cola, sehingga pabrik tersebut tidak perlu
membuat kebun sendiri. Dengan demikian pabrik Coca Cola cukup membeli
sunkis dari koperasi Sunkis yang dimiliki oleh para petani sunkis.
Koperasi di AS terutama sangat penting di pertanian. Ada sekitar 27
ribu lebih koperasi pertanian dengan sekitar 156,19 juta petani sebagai
anggotanya (banyak dari mereka menjadi anggota dari lebih dari 1
koperasi. Jumlah ini paling besar di antara kelompok negara maju.
Koperasi di pertanian terfokus pada kegiatan-kegiatan berikut ini:
pemasaran produk-produk pertanian, pemasokan bahan baku/input, dan yang
terkait dengan pelayanan-pelayanan petani lainnya. Mereka menguasai
kurang lebih 28% hingga 30% pangsa pasar. Beberapa koperasi pertanian
yang sangat maju di AS adalah Agrilink, Cenex Harvest States, Dairy
Farmers of America, Farmland, dan Land O’ Lakes. Jumlah koperasi di
negara adi daya ini tercatat mencapai 48 ribu unit di hampir semua jalur
bisnis, memberikan pelayanan kepada 120 juta anggota, atau sekitar 4
dari setiap 10 penduduk di negara tersebut.
Menurut ICA, di Kanada 4 dari setiap 10 orang (atau sekitar 33% dari
jumlah populasinya) adalah anggota paling sedikit satu koperasi.
Koperasi (termasuk koperasi kredit atau credit union)
mengerjakan lebih dari 160 ribu orang. Gerakan koperasi the Desjardins
(koperasi tabungan dan kredit) dengan lebih dari 5 juta anggota adalah
pencipta kesempatan kerja terbesar di Propinsi Québec. Di propinsi ini
sendiri, sekitar 70% dari jumlah penduduk adalah anggota koperasi, dan
di Saskatchewan sekitar 55% dari jumlah populasinya.
Jumlah koperasi di negara tersebut mencapai 8800 unit yang
mempekerjakan secara langsung 150 ribu orang. Di seluruh negara itu,
sebanyak 250 ribu produsen mandiri tergantung pada pemasaran dan
produksi koperasi untuk kehidupan mereka. Koperasi-koperasi di Kanada
terutama sangat penting di perdesaan dan wilayah-wilayah terpencil,
dimana mereka memenuhi kebutuhan produsen-produsen di pertanian,
perikanan, kerajinan, dan manufaktur lainnya. Di sektor pertanian,
banyak koperasi mendirikan industri pupuk dan di sektor pertambangan,
banyak koperasi yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan pengeboran minyak
bumi. Banyak koperasinya yang memiliki pangsa yang cukup besar di pasar
global. Misalnya koperasi-koperasi gula menguasai sekitar 35% dari
produksi gula dunia. Koperasi-koperasi di Kanada memiliki aset dengan
nilai lebih dari 20 miliar dollar Kanada, yang dimiliki oleh anggota dan
masyarakat yang dilayaninya. Koperasi-koperasi non-keuangan
menghasilkan omset mendekati 30 miliar dollar Kanada rata-rata/tahun.
Di Jepang, 1 dari setiap 3 keluarga adalah anggota koperasi. Koperasi
menjadi wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian.
Koperasi-koperasi pertanian menghasilkan output sekitar 90 miliar dollar
AS dengan 91% dari jumlah petani di negara tersebut sebagai anggota.
Peran koperasi di pedesaan Jepang telah menggantikan fungsi bank
sehingga koperasi sering disebut pula sebagai “bank rakyat” karena
koperasi tersebut beroperasi dengan menerapkan sistem perbankan. Bahkan
salah satu bank besar di Jepang adalah koperasi, yakni Nurinchukin Bank.
Di negara-negara Asia lainnya dengan tingkat pembangunan ekonominya
yang sudah relatif tinggi seperti Singapura dan Korea Selatan, peran
koperasi juga sangat besar. Di Singapura 50% dari jumlah populasinya
adalah anggota koperasi. Koperasi-koperasi konsumennya memegang 55% dari
pasar dalam pembelian-pembelian supermarket dan mempunyai
suatu penghasilan sebesar 700 juta dollar AS. Di Korea Selatan,
koperasi-koperasi pertanian punya anggota lebih dari 2 juta petani (90%
dari jumlah petani, dan menghasilkan output sebanyak 11 miliar dollar
AS. Koperasi-koperasi di subsektor perikanan memiliki pangsa 71%.
Koperasi konsumen di Singapura, seperti juga di misalnya Jepang,
Kanada dan Finlandia mampu menjadi pesaing terkuat perusahaan raksasa
ritel asing yang mencoba masuk ke negara tersebut. Bahkan di beberapa
negara tersebut, mereka berusaha untuk mengarahkan perusahaannya agar
berbentuk koperasi. Dengan membangun perusahaan yang berbentuk koperasi
diharapkan masyarakat setempat mempunyai peluang besar untuk
memanfaatkan potensi dan asset ekonomi yang ada di daerahnya.
Hebatnya perkembangan dari koperasi-koperasi di negara-negara maju
tersebut memberi kesan bahwa koperasi tidak bertentangan dengan ekonomi
kapitalis. Sebaliknya, koperasi-koperasi tersebut tidak hanya mampu
selama ini bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar non-koperasi,
tetapi mereka juga menyumbang terhadap kemajuan ekonomi dari
negara-negara kapitalis tersebut. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa
koperasi lahir pertama kali di Eropa yang juga merupakan tempat
lahirnya sistem ekonomi kapitalis.
Banyak studi-studi kasus atau laporan-laporan mengenai keberhasilan
dari koperasi-koperasi di negara maju. Misalnya dari Trechter mengenai
the Fonterra Cooperative Group di Selandia Baru dan the Australian Wheat
Board. Dalam suatu jangka waktu yang relatif pendek, pemasaran susu di
Selandia Baru telah berubah dari suatu sektor yang terfrakmentasi ke
dalam sejumlah koperasi yang saling bersaing ke satu sektor yang
didominasi oleh satu koperasi. Ada 14 koperasi susu di Selandia Baru.
Sekarang hanya ada satu koperasi susu yang besar, yakni Fonterra
Cooperative Group, dan dua yang kecil berbasis regional yang beroperasi
di Selandia Baru. Kiwi Cooperative Dairies (Kiwi) dan New Zealand Dairy
Group (NZDG) mendominasi industri susu di Selandia Baru dan mereka
adalah pesaing-pesaing berat. Negosiasi-negosiasi antara Kiwi dan NZDG
yang akhirnya membuat terbentuknya FCG sangat lama dan alot.
Tujuan utama dari didirikannya FCG adalah untuk mencapai penghematan
biaya-biaya dan untuk menyediakan suatu landasan yang lebih efektif
untuk bisa bersaing di pasar-pasar susu global. Kedua tujuan ini
mempromosikan penggabungan dua tipe yang teridentifikasi dari
penghematan-penghematan biaya-biaya. Pertama, rasionalisasi dari rantai
suplai diharapkan dapat menciptakan penghematan-penghematan yang
substansial. Fasilitas-fasilitas dan posisi-posisi yang duplikat
dieliminasi lewat penggabungan itu. Kedua, penggabungan itu diharapkan
bisa membuat FCG mampu merealisasikan skala ekonomis, yang berarti biaya
rata-rata, yang berarti juga harga jual rata-rata per satu unit output
menjadi murah.
Sumber :
http://majalahukm.com/koperasi-bisa-maju-di-negara-kapitalis/
No comments:
Post a Comment