Thursday, December 14, 2017

KOPERASI BISA MAJU DI NEGARA KAPITALIS

Dalam sejarahnya, koperasi sebenarnya bukanlah organisasi usaha yang khas berasal dari Indonesia. Kegiatan berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris di sekitar abad pertengahan (atau ada yang bilang dimasa revolusi industri di-Inggris) yang diprakarsai oleh seorang industrialis yang sosialis bernama Robert Own. Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan menggalang kekuatan mereka sendiri. Berdirinya koperasi buruh tersebut berfungsi membeli barang kebutuhan pokok secara bersama-sama dan memang ternyata bahwa harga di toko koperasi lebih murah jika dibandingkan dengan toko-toko yang bukan koperasi.Ide koperasi ini kemudian menjalar ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, baru koperasi diperkenalkan pada awal abad 20. Sejak munculnya ide tersebut hingga saat ini, banyak koperasi di negara-negara maju seperti di Uni Eropa (UE) dan AS sudah menjadi perusahaan-perusahaan besar termasuk di sektor pertanian, industri manufaktur, dan perbankan yang mampu bersaing dengan korporat-korporat kapitalis.
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju dan negara sedang berkembang memang sangat diametral. Di negara maju koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Sedangkan, di negara sedang berkembang koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar (UUD) 1945. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi.
Lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Sangat banyak orang mengetahui tentang koperasi meski belum tentu sama pemahamannya, apalagi juga hanya sebagian kecil dari populasi bangsa ini yang mampu berkoperasi secara benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan diraih, organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Keberadaan koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat ditilik dari sisi usianyapun yang sudah lebih dari 68 tahun berarti sudah relatif matang. Sampai dengan Juli 2015, misalnya, berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM), jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 206.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 35.000.000 orang. Namun setelah dilakukan pendataan ulang, koperasi yang dianggap masih aktif tinggal 80.000-an unit. Uniknya, perkembangan koperasi selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. Juga, secara makro pertanyaan yang paling mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja. Sedangkan secara mikro pertanyaan yang mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya. Dari segi kualitas, keberadaan koperasi masih perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa koperasi dalam berbagai kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan perkuatan dari pihak luar, terutama Pemerintah, masih sangat besar.
Jadi, dalam kata lain, di Indonesia, setelah lebih dari 68 tahun keberadaannya, lembaga yang namanya koperasi yang diharapkan menjadi pilar – soko guru perekonomian nasional dan juga lembaga gerakan ekonomi rakyat ternyata tidak berkembang baik seperti di negara-negara maju. Oleh karena itu tidak heran kenapa peran koperasi di dalam perekonomian Indonesia masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka pertanyaannya, kenapa koperasi-koperasi di negara maju, yang sering dikatakan sebagai ekonomi-ekonomi yang kapitalis yang tidak cocok bagi pengembangan koperasi, bisa maju, sedangkan di Indonesia dimana keberadaan koperasi dikaitkan dengan idologi Pancasila malahan tidak berkembang baik?
Awalnya, misi utama berkoperasi adalah untuk menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan menggalang kekuatan mereka sendiri. Kemudian di Perancis yang didorong oleh gerakan kaum buruh yang tertindas oleh kekuatan kapitalis sepanjang abad ke 19 dengan tujuan utamanya membangun suatu ekonomi alternatif dari asosiasi-asosiasi koperasi menggantikan perusahaan-perusahaan milik kapitalis (Moene dan Wallerstein, 1993). Ide koperasi ini kemudian menjalar ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, baru koperasi diperkenalkan pada awal abad 20. Sejak munculnya ide tersebut hingga saat ini, banyak koperasi di negara-negara maju seperti di Uni Eropa (UE) dan AS sudah menjadi perusahaan-perusahaan besar termasuk di sektor pertanian, industri manufaktur, dan perbankan yang mampu bersaing dengan korporat-korporat kapitalis.
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju dan negara sedang berkembang memang sangat diametral. Di negara maju koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya.
Sedangkan, di negara sedang berkembang koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara sedang berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan. Dalam kasus Indonesia, hal ini ditegaskan di dalam Undang-undang (UU) Dasar 1945 Pasal 33 mengenai sistem perekonomian nasional. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dan juga dibentuk departemen atau kementerian khusus yakni Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dengan maksud mendukung perkembangan koperasi di dalam negeri.
Menurut data International Co-operative Alliance (ICA, 2013), di dunia ada sekitar 1 miliar orang yang menjadi anggota koperasi. Diperkirakan koperasi-koperasi di dunia secara total mengerjakan lebih dari 125 juta orang, dan memberi jaminan kehidupan bagi sekitar 3,5 miliar orang. Sekitar 20% lebih dari jumlah koperasi yang ada diciptakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Sebanyak 300 koperasi terbesar di dunia (Global 300) berdasarkan nilai omset memiliki nilai aset sekitar 30-40 triliun dollar AS dan omset tahunan 963 miliar dollar AS. Dengan nilai ini, 300 koperasi tersebut sebagai satu kelompok menjadi ekonomi terkuat No 10 di dunia, setelah Kanada, Spanyol, Italia, dan China, masing-masing pada posisi ke 9, 8,7,dan 6. Pada posisi teratas adalah AS, disusul oleh Jepang, Jerman, Perancis dan Inggris. Menurut sektor, sebagian besar dari 300 koperasi terbesar itu adalah koperasi-koperasi industri makanan dan pertanian, yakni sekitar 32,6%, disusul oleh ritel (24,7%), dan keuangan/asuransi (21.8%).Yang sangat menarik dari laporan ini adalah bahwa sebagian besar dari 300 koperasi terbesar itu berasal dari negara maju, terutama Amerika Utara, UE dan Jepang.
Di Eropa koperasi tumbuh terutama melalui koperasi kredit dan koperasi konsumen yang kuat hingga disegani oleh berbagai kekuatan. Di perdagangan ritel, koperasi-koperasi konsumsi merupakan pionir dari penciptaan rantai perdagangan ritel modern (Furlough dan Strikwerda, 1999). Di sektor perbankan di negara-negara seperti Perancis, Austria, Finlandia dan Siprus, pangsa pasar dari bank-bank koperasi mencapai sekitar 1/3 dari total bank yang ada. Bahkan 2 (dua) bank terbesar di Eropa milik koperasi yakni “Credit Agricole” di Perancis dan RABO-Bank di Netherlands. Kredit sebagai kebutuhan universal bagi umat manusia terlepas dari kedudukannya sebagai produsen maupun konsumen dan penerima penghasilan tetap atau bukan adalah anggota potensial dari koperasi kredit. Suatu studi dari Eurostat (2001) di tujuh negara Eropa menunjukkan bahwa pangsa dari koperasi-koperasi dalam menciptaan kesempatan kerja mencapai sekitar 1% di Perancis dan Portugal hingga 3,5% di Swiss.
Di negara-negara Skandinavia, koperasi menjadi soko guru perekonomian dan mempunyai suatu sejarah yang sangat panjang. Di Norwegia, 1 dari 3 orang (atau 1,5 juta dari jumlah populasi 4,5 juta orang) adalah anggota koperasi. Koperasi-koperasi susu bertanggung jawab untuk 99% dari produksi susu; koperasi-koperasi konsumen memegang 25% dari pasar; koperasi-koperasi perikanan bertanggung jawab untuk 8,7% dari jumlah ekspor ikan; dan koperasi-koperasi kehutanan bertanggung jawab untuk 76% dari produksi kayu. Di Finlandia, koperasi S-Group punya 1.468.572 anggota yang mewakili 62% dari jumlah rumah tangga di negara tersebut. Grup-grup koperasi dari Pellervo bertanggung jawab untuk 74% dari produk-produk daging, 96% dari produk-produk susu, 50% dari produksi telor, 34% dari produk-produk kehutanan, dan menangani sekitar 34,2% dari jumlah deposito di bank-bank di negara tersebut. Pada tahun 1995, dua koperasinya yang masuk di dalam 20 koperasi pertanian terbesar di Uni Eropa (UE) adalah Metsaliitto (kayu) dengan penghasilan 3.133 juta ecu dengan 117.783 anggota, dan Valio (produk-produk susu) dengan penghasilan 1.397 juta ecu, 47 anggota dan 5.101 pekerja.
Di Denmark, koperasi-koperasi konsumen meguasai pasar 37% dan dua koperasi pertaniannya, yakni MD Foods (produk-produk susu) dan Danish Crown (daging) masuk 20 koperasi pertanian terbesar di UE berdasarkan nilai omset pada tahun 1995. Pada tahun itu, penghasilan MD Foods mencapai 1,681 miliar ecu dengan 8919 petani sebagai anggota dan mengerjakan 3678 orang, sedangkan Danish Crown hampir mencapai 1,577 miliar ecu dengan 12560 orang anggota dan 6965 pekerja. Di Sweden, koperasi-koperasi konsumen memegang 17,5% dari pasar, dan satu koperasi pertaniannya dari subsektor susu masuk 20 besar di EU, yakni Arla dengan omset 1,369 miliar ecu, anggota 10365 orang, dan mengerjakan 6020 orang.
Di Jerman, sekitar 20 juta orang (atau 1 dari 4 orang) adalah anggota koperasi, dan koperasi yang jumlahnya mencapai 8106 unit telah memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian negara tersebut, diantaranya menciptakan kesempatan kerja untuk 440 ribu orang. Salah satu sektor dimana koperasi sangat besar perannya adalah perbankan. Misalnya, bank koperasi Raifaissen sangat maju dan penting peranannya, dengan kantor-kantor cabangnya di kota maupun desa. Ada dua koperasi dari Jerman yang masuk 20 koperasi pertanian terbesar di UE, yakni Baywa (fungsi multi) dengan penghasilan 3.542 juta ecu dan mengerjakan 10794 orang, dan RHG (fungsi multi) dengan penghasilan 1.790 juta ecu, 260 anggota, dan 2.946 pekerja.
Di Inggris, diperkirakan sekitar 9,8 juta orang adalah anggota koperasi, dan pertanian merupakan sektor di mana peran koperasi sangat besar. Sektor lainnya adalah pariwisata. Biro perjalanan swasta terbesar di negara itu adalah sebuah koperasi. Milk Marque, koperasi produk-produk susu, masuk 20 koperasi pertanian terbesar di UE, dengan omset mencapai 2.393.000.000 ecu, dengan jumlah anggota tercatat sebanyak 18 ribu orang dan memberi kesempatan kerja ke 300 orang. Sedangkan di Irlandia, koperasi-koperasi pertaniannya yang juga masuk di dalam kelompok besar tersebut adalah The Irish Dairy Board, Avonmore, dan Kerry Group yang semuanya di bidang produksi susu dengan omset antara 1.463,3 juta ecu hingga 1.523,3 juta ecu. Jumlah kesempatan kerja yang diciptakan oleh ketiga koperasi susu tersebut mencapai 6426 orang.
Di Perancis jumlah koperasi tercatat sebanyak 21 ribu unit yang memberi pekerjaan kepada 700 ribu orang, sedangkan di Italia terdapat 70400 koperasi yang mengerjakan hampir 1 juta orang. Berdasarkan omset tahunannya, tiga koperasi di Perancis masuk 20 koperasi pertanian terbesar di EU, yakni Sodiaal untuk produk-produk susu dengan omset hampir mencapai 2,6 miliar ecu, Socopa untuk daging dengan 1,99 miliar ecu, dan UNCAA untuk input-input dan produk-produk daging dengan omset 1.527.900 ribu ecu.
Belanda, walaupun negaranya sangat kecil, tetapi koperasinya sangat maju. Salah satu adalah Rabo Bank milik koperasi yang adalah bank ketiga terbesar dan konon bank ke 13 terbesar di dunia. Contoh lain adalah perdagangan bunga. Mayoritas perdagangan bunga di negara ini digerakkan oleh koperasi bunga yang dimiliki oleh para petani setempat. Belanda juga punya banyak koperasi yang berkecimpung di sektor pertanian yang masuk 20 koperasi pertanian terbesar di UE, yakni Campina Melkunie (produk-produk susu), Cebeco Handelsrand (input dan produksi pertanian), Friesland Dairy Foods (produk-produk susu), Coberco (produk-produk susu), Demeco (daging), dan Greenery/VTN (buah-buahan dan sayur-sayuran), dengan penghasilan paling kecil 1,346 miliar ecu (VTN) hingga terbesar 3.1 miliar ecu (Campina), jumlah anggota paling sedikit 50 orang (Cebeco) dan terbanyak 17850 orang (VTN) dan jumlah pekerja paling sedikit 3000 orang (Dumeco) dan terbanyak 7490 orang (Friesland). Di negara tetangganya Belgia, tercatat jumlah koperasi mencapai 29.933 unit, dan koperasi farmasinya memiliki pangsa pasar sekitar 19,5%.
Di negara-negara Eropa Timur, koperasi juga sangat maju. Misalnya, di Hongaria, koperasi-koperasi konsumen bertanggung jawab terhadap 14,4% dari makanan nasional dan penjualan-penjualan eceran umum. Di Polandia, koperasi-koperasi susu bertanggung jawab untuk 75% dari produksi susu di dalam negeri. Di Slovenia, koperasi-koperasi pertanian bertanggung jawab untuk 72% dari produksi susu, 79% dari sapi, 45% dari gandum, dan 77% dari produksi kentang. Di Slovakia, terdapat lebih dari 700 koperasi yang mengerjakan hampir 75 ribu orang.
Sementara itu, di AS 1 dari 4 orang (atau sekitar 25% dari jumlah pendudu) adalah anggota koperasi. Lebih dari 30 koperasi punya penghasilan tahunan lebih dari 1 miliar dollar AS. Salah satu koperasi yang sangat besar adalah koperasi kredit (credit union) yang jumlah anggotanya mencapai sekitar 80 juta orang lebih dengan rata-rata jumlah simpanannya 3000 dollar. Di Negara Paman Sam ini koperasi kredit berperan penting terutama di lingkungan industri, misalnya dalam pemantauan kepemilikan saham karyawan dan menyalurkan gaji karyawan. Begitu pentingnya peran koperasi kredit ini sehingga para buruh di Amerika Serikat (seperti juga di Kanada) sering memberikan julukan koperasi kredit sebagai “bank rakyat”, yang dimiliki oleh anggota dan memberikan layanan kepada anggotanya pula. Selain di sektor kredit, koperasi di AS juga kuat di sektor-sektor lainnya termasuk, industri, pertanian dan enerji. Sekitar 90% lebih distribusi listrik desa di AS dikuasai oleh koperasi. Koperasi Sunkis di California mensuplai bahan dasar untuk pabrik Coca Cola, sehingga pabrik tersebut tidak perlu membuat kebun sendiri. Dengan demikian pabrik Coca Cola cukup membeli sunkis dari koperasi Sunkis yang dimiliki oleh para petani sunkis.
Koperasi di AS terutama sangat penting di pertanian. Ada sekitar 27 ribu lebih koperasi pertanian dengan sekitar 156,19 juta petani sebagai anggotanya (banyak dari mereka menjadi anggota dari lebih dari 1 koperasi. Jumlah ini paling besar di antara kelompok negara maju. Koperasi di pertanian terfokus pada kegiatan-kegiatan berikut ini: pemasaran produk-produk pertanian, pemasokan bahan baku/input, dan yang terkait dengan pelayanan-pelayanan petani lainnya. Mereka menguasai kurang lebih 28% hingga 30% pangsa pasar. Beberapa koperasi pertanian yang sangat maju di AS adalah Agrilink, Cenex Harvest States, Dairy Farmers of America, Farmland, dan Land O’ Lakes. Jumlah koperasi di negara adi daya ini tercatat mencapai 48 ribu unit di hampir semua jalur bisnis, memberikan pelayanan kepada 120 juta anggota, atau sekitar 4 dari setiap 10 penduduk di negara tersebut.
Menurut ICA, di Kanada 4 dari setiap 10 orang (atau sekitar 33% dari jumlah populasinya) adalah anggota paling sedikit satu koperasi. Koperasi (termasuk koperasi kredit atau credit union) mengerjakan lebih dari 160 ribu orang. Gerakan koperasi the Desjardins (koperasi tabungan dan kredit) dengan lebih dari 5 juta anggota adalah pencipta kesempatan kerja terbesar di Propinsi Québec. Di propinsi ini sendiri, sekitar 70% dari jumlah penduduk adalah anggota koperasi, dan di Saskatchewan sekitar 55% dari jumlah populasinya.
Jumlah koperasi di negara tersebut mencapai 8800 unit yang mempekerjakan secara langsung 150 ribu orang. Di seluruh negara itu, sebanyak 250 ribu produsen mandiri tergantung pada pemasaran dan produksi koperasi untuk kehidupan mereka. Koperasi-koperasi di Kanada terutama sangat penting di perdesaan dan wilayah-wilayah terpencil, dimana mereka memenuhi kebutuhan produsen-produsen di pertanian, perikanan, kerajinan, dan manufaktur lainnya. Di sektor pertanian, banyak koperasi mendirikan industri pupuk dan di sektor pertambangan, banyak koperasi yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan pengeboran minyak bumi. Banyak koperasinya yang memiliki pangsa yang cukup besar di pasar global. Misalnya koperasi-koperasi gula menguasai sekitar 35% dari produksi gula dunia. Koperasi-koperasi di Kanada memiliki aset dengan nilai lebih dari 20 miliar dollar Kanada, yang dimiliki oleh anggota dan masyarakat yang dilayaninya. Koperasi-koperasi non-keuangan menghasilkan omset mendekati 30 miliar dollar Kanada rata-rata/tahun.
Di Jepang, 1 dari setiap 3 keluarga adalah anggota koperasi. Koperasi menjadi wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian. Koperasi-koperasi pertanian menghasilkan output sekitar 90 miliar dollar AS dengan 91% dari jumlah petani di negara tersebut sebagai anggota. Peran koperasi di pedesaan Jepang telah menggantikan fungsi bank sehingga koperasi sering disebut pula sebagai “bank rakyat” karena koperasi tersebut beroperasi dengan menerapkan sistem perbankan. Bahkan salah satu bank besar di Jepang adalah koperasi, yakni Nurinchukin Bank.
Di negara-negara Asia lainnya dengan tingkat pembangunan ekonominya yang sudah relatif tinggi seperti Singapura dan Korea Selatan, peran koperasi juga sangat besar. Di Singapura 50% dari jumlah populasinya adalah anggota koperasi. Koperasi-koperasi konsumennya memegang 55% dari pasar dalam pembelian-pembelian supermarket dan mempunyai suatu penghasilan sebesar 700 juta dollar AS. Di Korea Selatan, koperasi-koperasi pertanian punya anggota lebih dari 2 juta petani (90% dari jumlah petani, dan menghasilkan output sebanyak 11 miliar dollar AS. Koperasi-koperasi di subsektor perikanan memiliki pangsa 71%.
Koperasi konsumen di Singapura, seperti juga di misalnya Jepang, Kanada dan Finlandia mampu menjadi pesaing terkuat perusahaan raksasa ritel asing yang mencoba masuk ke negara tersebut. Bahkan di beberapa negara tersebut, mereka berusaha untuk mengarahkan perusahaannya agar berbentuk koperasi. Dengan membangun perusahaan yang berbentuk koperasi diharapkan masyarakat setempat mempunyai peluang besar untuk memanfaatkan potensi dan asset ekonomi yang ada di daerahnya.
Hebatnya perkembangan dari koperasi-koperasi di negara-negara maju tersebut memberi kesan bahwa koperasi tidak bertentangan dengan ekonomi kapitalis. Sebaliknya, koperasi-koperasi tersebut tidak hanya mampu selama ini bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar non-koperasi, tetapi mereka juga menyumbang terhadap kemajuan ekonomi dari negara-negara kapitalis tersebut. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa koperasi lahir pertama kali di Eropa yang juga merupakan tempat lahirnya sistem ekonomi kapitalis.
Banyak studi-studi kasus atau laporan-laporan mengenai keberhasilan dari koperasi-koperasi di negara maju. Misalnya dari Trechter mengenai the Fonterra Cooperative Group di Selandia Baru dan the Australian Wheat Board. Dalam suatu jangka waktu yang relatif pendek, pemasaran susu di Selandia Baru telah berubah dari suatu sektor yang terfrakmentasi ke dalam sejumlah koperasi yang saling bersaing ke satu sektor yang didominasi oleh satu koperasi. Ada 14 koperasi susu di Selandia Baru. Sekarang hanya ada satu koperasi susu yang besar, yakni Fonterra Cooperative Group, dan dua yang kecil berbasis regional yang beroperasi di Selandia Baru. Kiwi Cooperative Dairies (Kiwi) dan New Zealand Dairy Group (NZDG) mendominasi industri susu di Selandia Baru dan mereka adalah pesaing-pesaing berat. Negosiasi-negosiasi antara Kiwi dan NZDG yang akhirnya membuat terbentuknya FCG sangat lama dan alot.
Tujuan utama dari didirikannya FCG adalah untuk mencapai penghematan biaya-biaya dan untuk menyediakan suatu landasan yang lebih efektif untuk bisa bersaing di pasar-pasar susu global. Kedua tujuan ini mempromosikan penggabungan dua tipe yang teridentifikasi dari penghematan-penghematan biaya-biaya. Pertama, rasionalisasi dari rantai suplai diharapkan dapat menciptakan penghematan-penghematan yang substansial. Fasilitas-fasilitas dan posisi-posisi yang duplikat dieliminasi lewat penggabungan itu. Kedua, penggabungan itu diharapkan bisa membuat FCG mampu merealisasikan skala ekonomis, yang berarti biaya rata-rata, yang berarti juga harga jual rata-rata per satu unit output menjadi murah.

Sumber :

http://majalahukm.com/koperasi-bisa-maju-di-negara-kapitalis/

No comments:

Post a Comment